News Melonguane – Telur burung maleo telah lama dikenal sebagai sumber protein tinggi, terutama oleh masyarakat di Pulau Haruku, Maluku. Satwa endemik Sulawesi ini, yang bernama ilmiah Macrocephalon maleo, juga ditemukan di beberapa wilayah Maluku dan menjadi bagian dari tradisi lokal.
Telur burung maleo memiliki keunikan dari segi ukuran dan proses penetasan. Ukurannya mencapai empat kali lipat dari telur ayam biasa. Alih-alih dierami induknya, telur ini dieram dengan panas bumi atau panas matahari yang terperangkap di dalam pasir.
Namun, di balik keunggulan gizinya, burung maleo merupakan satwa dilindungi yang masuk kategori “Critically Endangered” atau kritis menurut IUCN Red List, serta terdaftar dalam CITES Appendix I. Di Indonesia, perlindungannya diatur dalam PP No. 7 Tahun 1999 dan UU No. 5 Tahun 1990.
Artinya, segala bentuk perburuan, pemeliharaan, perdagangan, hingga konsumsi telur maleo dilarang, kecuali dalam konteks adat tertentu, seperti yang tercantum dalam keputusan Menteri Kehutanan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi pidana.
Kandungan Gizi Telur Burung Maleo
Dilansir dari nilaigizi.com, telur burung maleo diketahui mengandung gizi yang sangat tinggi. Berikut komposisi per 100 gram:
-
Energi: 436 kkal
-
Protein: 26,50 gram
-
Lemak: 36,30 gram
-
Karbohidrat: 0,40 gram
Telur ini juga mengandung sekitar 15 jenis asam amino, serta berbagai vitamin dan mineral penting seperti kalsium, fosfor, zat besi, dan kalium. Kombinasi ini menjadikan telur maleo unggul secara nutrisi dibandingkan telur ayam kampung atau telur unggas lainnya.
Baca Juga : Panitia Hendrik Lewerissa Futsal Cup Namlea Matangkan Persiapan Jelang Turnamen
Kuning telur maleo berfungsi sebagai cadangan makanan utama bagi embrio selama masa inkubasi alami yang bisa berlangsung hingga beberapa bulan.
Konsumsi Telur Maleo: Boleh atau Tidak?
Meskipun memiliki manfaat gizi tinggi, konsumsi telur burung maleo tidak dianjurkan secara umum. Pemerintah Indonesia dengan tegas melindungi populasi maleo dari ancaman kepunahan, termasuk aktivitas pengambilan telurnya dari habitat alami.
Pengecualian hanya diberikan untuk kegiatan adat tertentu di beberapa daerah, seperti di Maluku atau Sulawesi, yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya terkait penggunaan telur maleo.
Namun, eksploitasi telur maleo secara bebas dapat mempercepat kepunahan spesies ini. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai konservasi dan membatasi konsumsi meskipun kandungan nutrisinya sangat tinggi.
