Tegangan di Tebing Sungai: Longsor Parah Ancam Perumahan Villa Balaraja, Gedung TPA Ambruk
News Melonguane– Suara gemuruh itu datang tiba-tiba, diiringi riuh air sungai yang meluap setelah hujan deras semalaman. Namun, bagi warga Perumahan Villa Balaraja Blok N, Desa Saga, suara itu bukan lagi sekadar fenomena alam biasa. Itu adalah pengingar akan ancaman yang kian mengintai: tebing sungai yang terus ambrol, perlahan-lahan mencabik rasa aman dan menyisakan puing-puing ketakutan.
Sudah hampir satu tahun, bibir sungai di kawasan padat penduduk ini mengalami longsor secara bertahap. Erosi tanah yang terus terjadi tanpa henti kini mencapai titik kritis. Satu unit gedung Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), yang sebelumnya berdiri kokoh di tepi sungai, kini telah menjadi korban. Bangunan itu ambruk sebagian, menyisakan reruntuhan yang mengenaskan dan menjadi simbol kelalaian.
“Betul, sudah kurang lebih satu tahun kondisi bibir sungai ini longsor. Setiap kali hujan deras datang, aliran air makin deras dan menggerus tanah di tepi sungai. Namun hingga kini belum ada tindakan dari pemerintah daerah, baik tingkat kabupaten maupun provinsi,” keluh salah seorang warga, suaranya berpadu dengan desir angin yang menerpa pepohonan di sekitar lokasi bencana.
Medan Bencana yang Terus Meluas
Pantauan langsung di lokasi memperlihatkan pemandangan yang memprihatinkan. Retakan tanah yang dalam mengular seperti ular raksasa, membelah daratan hanya beberapa meter dari permukiman warga. Satu unit bangunan TPA yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi anak-anak itu, kini tinggal puing. Dindingnya pecah, struktur pondasinya tergantung di tepi jurang buatan yang diciptakan oleh erosi.
Yang lebih mencemaskan, ancaman belum berakhir. Longsoran masih aktif. Setiap tetes hujan yang jatuh seakan mempercepat proses kehancuran. Warga yang rumahnya berbatasan langsung dengan sungai hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Mereka khawatir, suatu saat nanti, di tengah malam buta atau saat hujan lebat, rumah mereka akan menyusul gedung TPA yang sudah lebih dulu menjadi korban.
“Kami seperti menunggu giliran. Setiap malam jika hujan, kami tidak bisa tidur. Khawatir tanah di belakang rumah ambles. Sudah berkali-kali kami laporkan, tapi sepertinya suara kami tidak didengar,” tutur seorang ibu paruh baya yang rumahnya hanya berjarak sepuluh meter dari tebing yang longsor.
Kritik Pedas dari LSM: Ini Bentuk Kelalaian Pemerintah
Merespon lambannya penanganan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Independent Anti Suap Indonesia (DPP BIAS Indonesia), Eky Amartin, menyampaikan kekecewaan yang mendalam.
“Kami menilai ini bentuk nyata dari kelalaian pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap keselamatan warga. Seharusnya sejak awal dilakukan penanganan darurat, seperti pemasangan bronjong atau penahan tanah sementara, agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar,” tegas Eky dengan nada prihatin.
Eky menekankan bahwa pencegahan seharusnya menjadi prioritas. Kerugian material yang sudah terjadi pada bangunan TPA bisa saja berlanjut pada korban jiwa jika tidak segera ditangani. Ia mengingatkan bahwa keselamatan warga harus di atas segalanya.
“Kami akan mendorong instansi terkait untuk segera turun ke lapangan dan melakukan penanganan nyata. Kami juga akan menyurati dinas terkait dan meninjau langsung kondisi lokasi longsor bersama tim investigasi DPP BIAS Indonesia,” tambahnya, memberikan secercah harapan bagi warga yang sudah putus asa.