Bupati Bolmong Geram, PT JRBM Tidak Mau Akui Lumpur dari Aktivitas Tambang
News Melonguane– Langkah tegas dilakukan Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Ir. Yusra Alhabsyi, SE, M.Si, menyikapi bencana banjir lumpur yang menerjang sejumlah pemukiman dan lahan pertanian warga. Pada Rabu (1 Oktober 2025), Bupati Yusra melakukan kunjungan langsung ke area operasional PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan.
Kunjungan ini merupakan respons atas bencana banjir disertai lumpur yang telah melanda wilayah tersebut beberapa waktu lalu, menyebabkan kerusakan parah pada lingkungan dan sumber penghidupan masyarakat.
Sungai yang Berubah Wajah, Nasib Warga yang Terancam
Di lokasi kejadian, Bupati Yusra menyaksikan langsung betapa parahnya dampak yang ditimbulkan. Ribuan ton material lumpur menimbun aliran sungai, mengubah landscape wilayah tersebut. Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, berubah menjadi ancaman ketika hujan tiba.
Baca Juga: Siti Fauziah Ajak Elemen Pendidikan Beri Masukan Soal Pelayanan Publik MPR
“Seharusnya perusahaan dengan kontrak kerja puluhan tahun bisa mengantisipasi sejak awal. Jalur sungai harus diperbesar agar mampu menampung debit air ketika hujan deras turun,” tegas Yusra dengan nada prihatin.
Yang lebih memprihatinkan, menurut Bupati, ribuan hektar sawah yang menjadi tulang punggung perekonomian warga kini tidak lagi bisa ditanami akibat endapan lumpur yang menutupi lahan pertanian.
“Salah satu penyebab utama bencana ini adalah aktivitas pertambangan PT JRBM,” tegasnya.
Penolakan Tanggung Jawab yang Memicu Kegeraman
Yang paling disesalkan Bupati Yusra adalah sikap perusahaan yang enggan mengakui bahwa material lumpur tersebut berasal dari aktivitas pertambangan. Padahal, fakta di lapangan berbicara lain.
Berdasarkan keterangan warga setempat, banjir memang pernah terjadi sebelumnya, namun tidak separah dan sesering saat ini. Pola dan frekuensi bencana yang berubah ini menguatkan dugaan adanya korelasi langsung dengan intensitas aktivitas pertambangan.
“Gunung sudah gundul akibat aktivitas tambang. Material terbawa arus hingga menimbulkan banjir lumpur. Aneh, pihak perusahaan justru tidak mau bertanggung jawab,” kata Yusra dengan nada kesal.
Bukti Ilmiah dan Investigasi Mendalam
Tidak hanya mengandalkan bukti visual, Pemerintah Kabupaten Bolmong juga mengambil langkah investigasi ilmiah dengan mengumpulkan sampel air dari aliran sungai hingga sumur warga, serta sampel tanah di sekitar lokasi terdampak.
Hasil pengamatan awal menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Meski air tampak jernih di permukaan, batuan di dasar sungai menunjukkan perubahan warna menjadi kekuningan.
“Ini indikasi adanya resapan limbah tambang. Jika benar, maka ini bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat,” pungkas Yusra.
Dampak Jangka Panjang yang Mengintai
Bencana banjir lumpur ini tidak hanya menyisakan duka sesaat, tetapi mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dalam jangka panjang. Lahan pertanian yang terpendam lumpur membutuhkan waktu tahunan untuk pulih, sementara kontaminasi air berpotensi menimbulkan masalah kesehatan serius.
Masyarakat setempat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari bertani, kini harus menghadapi ketidakpastian. Beberapa warga mengaku telah kehilangan sumber penghasilan mereka sejak bencana terjadi.
Menanti Tanggung Jawab Korporasi
Kasus ini kembali mempertanyakan komitmen perusahaan tambang dalam menerapkan praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Kontrak kerja yang mencapai puluhan tahun seharusnya diiringi dengan tanggung jawab pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Bupati Yusra menegaskan akan terus mendorong akuntabilitas perusahaan dalam menangani dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemerintah Kabupaten berkomitmen untuk berdiri di pihak masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.